![]() |
Foto Alapakguru bersama siswa |
Paling hangat diperbincangkan dalam acara tersebut
adalah cara mengoreksi dan cara menilaiannya. Banyak pertanyaan yang
muncul dari peserta. Paling ekstrem pertanyaannya adalah, “Apakah bisa adil cara menilai soal uraian untuk semua siswa? Bagaimana
teknik mengoreksinya nanti? Karena sudah hangat dan rasa ingin tahunya tinggi
saya sengaja mengendurkan dulu nafsu bertanyanya, dengan joke-joke kecil. Setelah,
mereda saya mulai menjelaskan dengan gaya saya tentunya.
Sekalipun sudah saya jelaskan dengan jelas dan sekaligus
contoh-contohnya. Setelah pulang masih ada beberapa pemahaman antar peserta yang belum ngeh. Sehingga
masih ada yang WA saya bertanya-tanya lagi. Lebih uniknya lagi pertanyaannya, “yang
benar yang mana om?” sambil mengirimkan beberapa pilihan hasil menilainya.
Untuk itu dengan senang hati tulisan ini saya
khususkan buat teman-teman guru yang kebetulan masih dilanda kebimbangan. Ada
juga yang takut menyampaikan ke teman-teman di daerahnya. Sekaligus untuk
menebus janji saya kepada teman yang selalu bertanya, “mana tulisan tentang
soal uraian, Pak?”
Baiklah, bisa dimulai bacanya dengan santai. Kalaupun masih kurang jelas bisa diulang lagi sampai mantab hatinya.
Teknik Penulisan Soal Uraian
Soal uraian adalah soal
yang jawabannya terurai, terstruktur, dan sesuai dengan gagasan peserta didik. Soal
uraian menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan-gagasan atau
hal-hal yang dipelajarinya dalam bentuk uraian tertulis.
Keunggulan
Dapat mengukur
kompetensi peserta didik dalam menyajikan jawaban terurai secara bebas,
mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan
gagasan-gagasan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat pesert didik sendiri.
Keterbatasan
Jumlah
materi atau pokok bahasan yang dapat ditanyakan terbatas, waktu untuk memeriksa
jawaban cukup lama, penskoran relatif subjektif, dan tingkat reliabilitas relatif
lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda karena reliabilitas
skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung penskor tes.
Berdasarkan penskoran,
soal bentuk uraian diklasifikasikan menjadi uraian objektif dan uraian non
objektif.
Soal bentuk uraian objektif
Rumusan soal atau
pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu
sehingga penskoran dapat dilakukan secara objektif.
Soal bentuk uraian non objektif
Rumusan soal menuntut sehimpunan
jawaban berupa pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik
sehingga penskorannya sukar dilakukan secara objektif (penskoran dapat
mengandung unsur subjektivitas).
Pada prinsipnya,
perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan non objektif terletak pada
kepastian penskoran. Pada soal uraian bentuk objektif, pedoman penskoran berisi
kunci jawaban yang lebih pasti. Setiap kata kunci diuraikan secara jelas dan
diberi skor 1. Pada soal uraian bentuk non objektif, pedoman penskoran berisi
kriteria-kriteria dan setiap kriteria diskor dalam bentuk rentang skor.
Kaidah Penulisan Soal Uraian
Beberapa kaidah yang
perlu diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian adalah sebagai berikut:
Materi
1.
Soal harus
sesuai dengan indikator
2.
Batasan pertanyaan
dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas.
3. Isi materi
sesuai dengan tujuan pengukuran, misal soal Matematika harus menanyakan
kompetensi Matematika, bukan kompetensi berbahasa atau yang lainnya.
4.
Isi materi yang
ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas. Tingkat
kompetensi yang diukur harus disesuaikan dengan tingkat peserta didik, misal
kompetensi pada jenjang SMA tidak boleh ditanyakan pada jenjang SMP, walaupun
materinya sama, atau sebaliknya soal untuk tingkat SMP tidak boleh ditanyakan ditingkat
SD.
Konstruksi
1. Rumusan kalimat
soal atau pertanyaan harus menggunakan kata-kata tanya atau perintah yang
menuntut jawaban terurai, seperti mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan,
hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah. Jangan menggunakan kata tanya yang
tidak menuntut jawaban uraian, misalnya siapa, di mana, kapan. Demikian juga
kata-kata tanya yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak.
2.
Buatlah petunjuk
yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
3.
Buatlah pedoman
penskoran segera setelah soal ditulis dengan cara menguraikan komponen yang
akan dinilai atau kriteria penskoran, besar skor bagi setiap komponen, atau
rentang skor yang dapat diperoleh untuk setiap komponen, atau rentang skor yang
dapat diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan.
4.
Hal-hal lain
yang menyertai soal seperti tabel, gambar, grafik, peta atau yang sejenisnya
harus disajikan dengan jelas, berfungsi, dan terbaca, sehingga tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna.
Bahasa
1. Rumusan butir
soal menggunakan bahasa (kalimat dan kata-kata) yang sederhana dan komunikatif
sehingga mudah dipahami oleh peserta didik.
2.
Rumusan soal
tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik atau
kelompok tertentu.
3.
Rumusan soal
tidak mengandung kata-kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah
pengertian.
4.
Butir soal
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
5.
Rumusan soal
sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya.
6.
Jangan mengunakan
bahasa yang berlaku setempat.
Penyusunan
Pedoman Penskoran
Pedoman penskoran
merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan tentang batasan atau kata-kata
kunci atau konsep untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian
objektif dan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang diharapkan atau
kriteria-kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran terhadap
soal-soal uraian non objektif. Pedoman penskoran untuk setiap butir soal uraian
harus disusun segera setelah penulisan soal.
Kaidah penulisan pedoman penskoran
Uraian Objektif
1.
Tuliskan semua
kemungkinan jawaban benar atau kata kunci jawaban dengan jelas untuk setiap
nomor soal.
2.
Setiap kata
kunci diberi skor 1 (satu)
3.
Apabila suatu
pertanyaan mempunyai beberapa subpertanyaan, rincilah kata kunci dari jawaban
soal tersebut menjadi beberapa kata kunci subjawaban. Kata-kata kunci ini
dibuatkan skornya masing-masing 1.
4.
Jumlah skor dari
semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal. Jumlah skor ini disebut skor
maksimum dari satu soal.
Uraian Non Objektif
1.
Tuliskan
garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk dijadikan pedoman atau
dasar dalam memberi skor. Kriteria jawaban disusun sedemikian rupa sehingga
pendapat/pandangan pribadi peserta didik yang berbeda dapat diskor menurut mutu
uraian jawabannya.
2.
Tetapkan rentang
skor untuk tiap garis besar jawaban. Besar rentang skor terendah 0 (nol),
sedangkan rentang skor tertinggi ditentukan berdasarkan keadaan jawaban yang
dituntut oleh soal itu sendiri. Semakin kompleks jawaban, rentang skor semakin
besar. Untuk memudahkan penskoran, setiap rentang skor diberi rincian
berdasarkan kualitas jawaban, misalnya untuk rentang skor 0-3: jawaban tidak
baik 0, agak baik 1, baik 2, sangat baik 3. Kriteria kualitas jawaban (baik
tidaknya jawaban) ditetapkan oleh penulis soal.
3.
Jumlah skor
tertinggi dari tiap-tiap rentang skor yang telah ditetapkan. Jumlah skor dari
beberapa kriteria ini disebut skor maksimum dari satu soal.
Prosedur Peskoran
1. Pemberian skor
pada jawaban uraian sebaiknya dilakukan per nomor soal yang sama untuk semua
jawaban peserta didik agar konsistensi penskor terjaga dan skor yang dihasilkan
adil untuk semua peserta didik.
2. Untuk uraian
objektif: periksalah jawaban peserta didik dengan mencocokkan jawaban dengan
pedoman penskoran. Setiap jawaban peserta didik yang sesuai dengan kunci
dinyatkan benar “benar” dan diberi skor 1, sedangkan jawaban peserta didi yang
tidak sesuai dengan kunci dianggap “salah” dan diberi skor 0. Tidak dibenarkan
memberi skor selain 0 atau 1. Apabila ada jawaban peserta didik yang kurang
sempurna, kuran memuaskan, atau kurang lengkap, pemeriksaan harus dapat menilai
seberapa jauh hail itu terjadi. Dengan demikian dapat diputuskan akan diberi skor
0 atau 1 untuk jawaban tersebut.
3. Untuk uraian non
objektif: periksalah jawaban peserta didik dengan mencocokkan jawaban dengan
pedoman penskoran. Pemberian skor disesuaikan antara kualitas jawaban peserta
didik dan kriteria jawaban. Di dalam pedoman penskoran sudah ditetapkan skor
yang diberikan untuk setiap tingkatan kualitas jawaban.
4. Baik soal uraian
objektif maupun soan non objektif, bila tiap butir soal sudah selesai diskor,
hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik pada setiap nomor soal.
5. Apabila dalam
satu tes terdapat lebih dari satu nomor soal uraian, setiap nomor soal uraian
diberi bobot. Pemberian bobot dilakukan dengan membandingkan semua soal yang
ada dilihat dari kedalaman materi, kerumitan/kompleksitas jawaban, dan tingkat
kognitif yang diukur. Skala yang digunakan dalam satu tes adalah 10 atau 100
sehingga jumlah bobot dari semua soal adalah 10 atau 100. Pemberian bobot pada
setiap soal uraian dilakukan pada saat merakit tes.
6.
Kemudian lakukan
perhitungan nilai dengan menggunakan rumus:
7.
Jumlahkan semua nilai
untuk tiap nomor soal yang diperoleh peserta didik dalam perangkat tes. Jumlah ini
disebut nilai akhir dari satu perangkat tes uraian yang disajikan.
Contoh:
Nomor
|
Bobot
|
Skor Maksimum
|
Skor Perolehan
|
Nilai Perolehan
|
1
|
20
|
4
|
3
|
3/4 x 20 = 15
|
2
|
10
|
2
|
2
|
2/2 x 10 = 10
|
3
|
20
|
6
|
5
|
5/6 x 20 = 16,7
|
4
|
30
|
4
|
3
|
3/4 x 30 = 22,5
|
5
|
20
|
3
|
3
|
3/3 x 20 = 20
|
Nilai soal uraian
|
84,2
|
Misalnya
penjelasan ini dirasa masih kurang memuaskan, bisa dilanjutkan di meja makan sambil ngejus atau ngeteh, asyik kan?
Sumber:
Panduan
Penyusunan Soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional diterbitkan Pusat Penilaian
Pendidikan tahun 2018.
5 Comments
Terima kasih pak.. sangat membantu.
ReplyDeletesama2
DeleteI like it
ReplyDeleteSyukran ustadz
Deleteapakah untuk akor maksimum kita yg menentukan sendiri angkanya?
ReplyDelete