Tidak Ada Lagi "This Folder is Empty"

Foto Alapakguru Lagi Bengong
Sebuah Keinginan, Kesadaran, dan Pembudayaan

Keinginan untuk memiliki buku membuat diriku dilanda cemas, takut, dan seperti hilang arah. Kecemasan itu makin menjadi ketika ide untuk menuangkan karya itu tak ada, sedangkan waktu terus berjalan. Setelah susah payah mencari ide, tiba-tiba muncul ide untuk menulis namun muncul rasa takut jika tulisanku tak bermutu. Perasaan cemas dan takut ternyata membuat diriku seperti kehilangan arah. Padalah keinginan segera untuk memiliki buku semakin mempengaruhi diriku. Seolah diriku ini seorang ayah yang belum memiliki keturunan yang telah mencoba segala daya dan usaha, namun belum jua Tuhan memberi.
Suatu ketika aku tulis dalam folder laptopku tiga kata. Kata yang aku harap mampu menyemai benih-benih literasi dalam diriku. Aku berharap kata-kata akan ada aku memberi semangat dan motivasi diri sendiri.
Setiap laptopku ku buka tiga kata ini seperti mengajak beradu mata. Dengan sekali klik beberapa sub-sub folder bermunculan, salah satunya adalah folder buku. Ketika aku buka folder buku muncul tulisan “this folder is empty.”  Jawaban ini seperti meledekku dan berkata-kata “mana karyamu?”
Andai saja buku itu telah ada, betapa senangnya aku. Maklum saja, sudah bertahun-tahun lamanya keinginan untuk memiliki buku sendiri. Sayangnya, hingga kini folder akan ada aku di laptopku dalam keadaan kosong melompong seperti tanpa penghuni. Hingga kini memiliki buku karya sendiri baru sekedar keinginan yang belum pernah terwujud.
Benarkah kesibukan sebagai guru dan mengurusi berbagai organisasi benar-telah menyita perhatianku hingga lupa mewujudkan tulisan agar folderku tidak lagi tertulis this folder is empty. Tidak, ini hanya pembenaran diriku saja. Tentu orang-orang yang punya karya juga memiliki kesibukan yang luar biasa. Justru dengan kesimbukan dan pengalaman akan memperkaya seseorang untuk menulis.
Aku mencoba membuat kerangka-kerangka buku. Memulai dengan buku-buku pengayaan yang sesuai dengan bidang tugasku. Tak berselang lama kesibukanku menghentikan semuanya. Kerangka-kerangka itu akhirnya tinggal kerangka saja. Aku benar-benar bingung menulis buku itu harus di mulai dari mana?
Kemudian aku lihat dinding facebook dan laman blogku. Ada banyak catatan-catatan, dan beberapa puisi. Mungkinkah tulisan-tulisan seperti itu dapat dibukukan. Benarkah menulis buku semudah menulis di dinding-dinding facebook atau laman blog.
Hingga suatu ketika salah satu temanku mengirim surel ke alamatku sebuah opini untuk diikutkan lomba yang diadakan oleh perusahaan BUMN. Aku diminta untuk mengeditnya. Aku mulai masukkan kata-kata untuk memperbaiki lagi tulisan temanku. Kemudian aku kirim kembali ke surel temanku. Tak berselang lama pada saat diumumkan tulisan temanku masuk nominasi tulisan terbaik. Aku yang hanya membantu mengedit ikut merasakan bangga. Walau itu bukan karyaku, setidaknya ada andil kecil dariku. Kejadian ini memacuku untuk membuat tulisan sendiri.
Dalam hidup ini tidak ada yang diluar rencana-Nya. Rencana Tuhan pasti indah pada waktunya. Aku membenarkannya dan aku percaya itu. Selalu ada rahasia di balik rahasia.
Ketika lagi santai aku buka dinding facebook. Tanpa sengaja aku buka link pelatihan. Sebuah informasi dari media guru untuk berlatih menulis. Kemudian aku buka ada beberapa pilihan kelas yang ditawarkan. Langsung saja aku isi form yang ada dan aku pilih menulis opini dan menulis buku. Sudah terbayang-bayang saat nanti aku mengikuti pelatihan pasti aku dapat menulis opini dan menulis buku.
Untuk berlatih menulis opini, aku memang belum pernah sama sekali. Sedangkan untuk latihan menulis buku, aku sudah pernah satu kali. Secara garis besar teorinya sudah tahu, namun belum pernah bisa menghasilkan buku.
Pada sesi pertama masuk kelas opini, aku merasa asing. Maklum belum ada yang kenal. Sesi perkenalan pun tiba semua peserta saling berkenalan hingga pada akhirnya semua peserta saling mengenal. Di tangan trainer yang sangat berpengalaman. Editor dan penulis buku yang sangat produktif. Semoga mampu menyulut semangatku untuk menulis juga.
Grup facebook dan whatsup telah dibuat. Kata demi kata dan untaian kalimat dari Mas Eko Prasetyo yang apik dan tulisan Bapak Mohammad Ihsan yang santun penuh dengan inspirasi tiap saat aku baca. Walaupun tidak semua selesai aku bacanya.
Tenggat waktu pertama menulis opini telah dibuka. Setiap saat aku mencari ide. Ketika muncul ide kesulitan mencari data. Hingga kemudian aku mulai dengan menulis pengalaman yang pernah aku lakukan dan aku tahu. Untuk tahap awal semua terasa mudah dan ringan karena sesuai dengan yang aku tahu dan bisa.
Bagiku kelas opini hasilnya juga opini. Namun dalam grup kelas opini ada yang ganjil menurutku. Entah itu disengaja oleh Bapak Ihsan dan Mas Eko, atau mengalir dengan sendirinya. Menurutku semua sudah disetting demikian. Iya, aku berkeyakinan beliau berdua mencoba mempengaruhi grup dengan virusnya menulis. Saban hari bahkan tiap saat aku lihat menulis dan menulis. Hingga semua peserta terbiasa menulis. Menulis bisa dari manapun. Dari opini pun bisa dibuat buku.
Virus pertama menulis buku secara keroyokan telah dimulai. Buku antologi tentang ungkapan terima kasih kepada guru. Aku mulai dengan duduk terdiam sambil menekan-nekan keyboard dan mengingat semua pengalaman yang pernah aku lalui bersama guruku. Banyak sekali ide-ide yang muncul. Hal ini dikarenakan banyak guru-guru yang menginspirasi. Walau tidak semua, ada beberapa yang aku tulis untuk mengabadikan namanya sebagai orang yang sangat berjasa dalam hidupku. Aku ingin berterima kasih, itulah cara terbaik mengabadikan nama orang-orang yang berjasa. Iya mereka akan aku abadikan dalam sebuah karya pertamaku menjadi sebuah buku.
Mengetahui sampul buku ada namaku, ternyata benar-benar luar biasa. Aku kabarkan pada sahabat-sahabatku kalau aku punya karya. Buku pertamaku yang aku tulis bersama kawan-kawanku. Kawan dari berbagai kota yang bersabung bersama kelas menulis di Pusat Bahasa Universitas Negeri Surabaya.
Semua tentu berkat bimbingan trainer yang luar biasa dan atmosfer menulis yang gila. Kata-kata bapak Ihsan dan mas Eko Prasetyo ini telah memantikku untuk menuangkan gagasan. Menulis dengan tenggat waktu hanyalah pembisaan untuk disiplin dan menumbuhkan pembudayaan. Semoga tumbuhnya kepercayaan diriku ini tidak hanya sementara dan folder akan ada aku tidak lagi tertulis this folder is empty lagi.
Reaksi:

Post a Comment

0 Comments