Sebuah Keinginan, Kesadaran, dan Pembudayaan
Keinginan untuk memiliki
buku membuat diriku dilanda cemas, takut, dan seperti hilang arah. Kecemasan itu makin menjadi ketika ide untuk menuangkan karya itu tak ada, sedangkan
waktu terus berjalan. Setelah susah payah mencari ide, tiba-tiba muncul ide
untuk menulis namun muncul rasa takut jika tulisanku tak bermutu. Perasaan
cemas dan takut ternyata membuat diriku seperti kehilangan arah. Padalah keinginan
segera untuk memiliki buku semakin mempengaruhi diriku. Seolah diriku ini
seorang ayah yang belum memiliki keturunan yang telah mencoba segala daya dan
usaha, namun belum jua Tuhan memberi.
Suatu ketika aku tulis
dalam folder laptopku tiga kata. Kata yang aku harap mampu menyemai benih-benih
literasi dalam diriku. Aku berharap kata-kata akan ada aku memberi semangat dan
motivasi diri sendiri.
Setiap laptopku ku buka tiga
kata ini seperti mengajak beradu mata. Dengan sekali klik beberapa sub-sub folder
bermunculan, salah satunya adalah folder buku. Ketika aku buka folder buku muncul
tulisan “this folder is empty.” Jawaban ini seperti meledekku dan
berkata-kata “mana karyamu?”
Andai saja buku itu telah
ada, betapa senangnya aku. Maklum saja, sudah bertahun-tahun lamanya keinginan
untuk memiliki buku sendiri. Sayangnya, hingga kini folder akan ada aku di
laptopku dalam keadaan kosong melompong seperti tanpa penghuni. Hingga kini
memiliki buku karya sendiri baru sekedar keinginan yang belum pernah terwujud.
Benarkah kesibukan sebagai
guru dan mengurusi berbagai organisasi benar-telah menyita perhatianku hingga
lupa mewujudkan tulisan agar folderku tidak lagi tertulis this folder is empty. Tidak, ini hanya pembenaran diriku saja. Tentu
orang-orang yang punya karya juga memiliki kesibukan yang luar biasa. Justru
dengan kesimbukan dan pengalaman akan memperkaya seseorang untuk menulis.
Aku mencoba membuat
kerangka-kerangka buku. Memulai dengan buku-buku pengayaan yang sesuai dengan bidang
tugasku. Tak berselang lama kesibukanku menghentikan semuanya.
Kerangka-kerangka itu akhirnya tinggal kerangka saja. Aku benar-benar bingung menulis
buku itu harus di mulai dari mana?
Kemudian aku lihat dinding
facebook dan laman blogku. Ada banyak catatan-catatan, dan beberapa puisi. Mungkinkah
tulisan-tulisan seperti itu dapat dibukukan. Benarkah menulis buku semudah
menulis di dinding-dinding facebook atau laman blog.
Hingga suatu ketika salah
satu temanku mengirim surel ke alamatku sebuah opini untuk diikutkan lomba yang
diadakan oleh perusahaan BUMN. Aku diminta untuk mengeditnya. Aku mulai
masukkan kata-kata untuk memperbaiki lagi tulisan temanku. Kemudian aku kirim
kembali ke surel temanku. Tak berselang lama pada saat diumumkan tulisan temanku
masuk nominasi tulisan terbaik. Aku yang hanya membantu mengedit ikut merasakan
bangga. Walau itu bukan karyaku, setidaknya ada andil kecil dariku. Kejadian
ini memacuku untuk membuat tulisan sendiri.
Dalam hidup ini tidak ada
yang diluar rencana-Nya. Rencana Tuhan pasti indah pada waktunya. Aku
membenarkannya dan aku percaya itu. Selalu ada rahasia di balik rahasia.
Ketika lagi santai aku
buka dinding facebook. Tanpa sengaja aku buka link pelatihan. Sebuah informasi dari media guru untuk berlatih
menulis. Kemudian aku buka ada beberapa pilihan kelas yang ditawarkan. Langsung
saja aku isi form yang ada dan aku pilih menulis opini dan menulis buku. Sudah
terbayang-bayang saat nanti aku mengikuti pelatihan pasti aku dapat menulis opini
dan menulis buku.
Untuk berlatih menulis
opini, aku memang belum pernah sama sekali. Sedangkan untuk latihan menulis
buku, aku sudah pernah satu kali. Secara garis besar teorinya sudah tahu, namun
belum pernah bisa menghasilkan buku.
Pada sesi pertama masuk
kelas opini, aku merasa asing. Maklum belum ada yang kenal. Sesi perkenalan pun
tiba semua peserta saling berkenalan hingga pada akhirnya semua peserta saling
mengenal. Di tangan trainer yang sangat berpengalaman. Editor dan penulis buku
yang sangat produktif. Semoga mampu menyulut semangatku untuk menulis juga.
Grup facebook dan whatsup
telah dibuat. Kata demi kata dan untaian kalimat dari Mas Eko Prasetyo yang
apik dan tulisan Bapak Mohammad Ihsan yang santun penuh dengan inspirasi tiap
saat aku baca. Walaupun tidak semua selesai aku bacanya.
Tenggat waktu pertama
menulis opini telah dibuka. Setiap saat aku mencari ide. Ketika muncul ide
kesulitan mencari data. Hingga kemudian aku mulai dengan menulis pengalaman
yang pernah aku lakukan dan aku tahu. Untuk tahap awal semua terasa mudah dan
ringan karena sesuai dengan yang aku tahu dan bisa.
Bagiku kelas opini
hasilnya juga opini. Namun dalam grup kelas opini ada yang ganjil menurutku.
Entah itu disengaja oleh Bapak Ihsan dan Mas Eko, atau mengalir dengan
sendirinya. Menurutku semua sudah disetting demikian. Iya, aku berkeyakinan
beliau berdua mencoba mempengaruhi grup dengan virusnya menulis. Saban hari
bahkan tiap saat aku lihat menulis dan menulis. Hingga semua peserta terbiasa
menulis. Menulis bisa dari manapun. Dari opini pun bisa dibuat buku.
Virus pertama menulis buku
secara keroyokan telah dimulai. Buku antologi tentang ungkapan terima kasih
kepada guru. Aku mulai dengan duduk terdiam sambil menekan-nekan keyboard dan
mengingat semua pengalaman yang pernah aku lalui bersama guruku. Banyak sekali
ide-ide yang muncul. Hal ini dikarenakan banyak guru-guru yang menginspirasi.
Walau tidak semua, ada beberapa yang aku tulis untuk mengabadikan namanya
sebagai orang yang sangat berjasa dalam hidupku. Aku ingin berterima kasih,
itulah cara terbaik mengabadikan nama orang-orang yang berjasa. Iya mereka akan
aku abadikan dalam sebuah karya pertamaku menjadi sebuah buku.
Mengetahui sampul buku ada
namaku, ternyata benar-benar luar biasa. Aku kabarkan pada sahabat-sahabatku kalau
aku punya karya. Buku pertamaku yang aku tulis bersama kawan-kawanku. Kawan
dari berbagai kota yang bersabung bersama kelas menulis di Pusat Bahasa Universitas
Negeri Surabaya.
Semua tentu berkat
bimbingan trainer yang luar biasa dan atmosfer menulis yang gila. Kata-kata
bapak Ihsan dan mas Eko Prasetyo ini telah memantikku untuk menuangkan gagasan.
Menulis dengan tenggat waktu hanyalah pembisaan untuk disiplin dan menumbuhkan
pembudayaan. Semoga tumbuhnya kepercayaan diriku ini tidak hanya sementara dan
folder akan ada aku tidak lagi tertulis this
folder is empty lagi.
0 Comments