Tanggung Jawab Ala Gandhi

Suasana pagi hari di Sekolah Taman Budi Pekerti tampak berbeda. Kicau burung cendet bersahut-sahutan. Semilir angin sepoi-sepoi menambah sejuknya udara pagi. Warna warni bunga bougenville yang ada di taman sekolah membuat mata betah berlama-lama. Di sebelah kanan kiri taman terdapat flamboyan yang bermekaran. Di tengah-tengah taman terdapat kolam kecil dengan air yang jernih. Beberapa ikan emas dan cupang tampak kesana kemari, sesekali mulutnya keluar ke permukaan untuk bernapas. Di sudut kolam ada air terjun bergemericik. Di bawahnya terdapat sepasang patung meliwis putih tampak anggun seperti sedang menari.

Tahun ajaran baru, Sekolah Taman Budi Pekerti tampaknya ingin memberi nuansa yang berbeda. Dinding sekolah bercat hijau pupus tampak segar dipandang. Sudut-sudut kelas terdapat taman baca yang nyaman, lengkap dengan buku bacaan sesuai kelas. Meski bangunan lama, tampaknya gedung Sekolah Taman Budi Pekerti lebih bagus daripada gedung-gedung baru. 

Gandhi baru saja memasuki tempat kerja baru setelah sebelumnya dari sekolah lamanya. Ia baru saja menerima surat tugas untuk pindah ke Sekolah Taman Budi Pekerti. Rupanya Bapak Budi Kepala Sekolah Taman Budi Pekerti telah menunggunya di ruangan bersama guru-guru dan staf sekolah. 

"Silakan Pak Gandhi!" Pak Budi menyodorkan tangannya untuk memberi salam dan mempersilakan duduk. Semua guru dan staf berdiri mengikuti Pak Budi mengucapkan salam. Gandhi dengan tersenyum dan membungkukkan badan menjabat tangan Pak Budi dan guru-guru yang dari tadi menunggunya. 

"Baiklah, bapak/ibu guru dan staf Sekolah Taman Budi Pekerti hari ini kita kedatangan guru yang istimewa, cerdas, dan tentunya bijaksana. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada bapak/ibu guru Sekolah Taman Budi Pekerti yang sudah lama mengabdi, kita sudah lama bersama-sama membangun sekolah yang mengedepankan akhlak dan budi pekerti. Purna sudah sekolah ini kedatangan guru yang istimewa. Untuk itu, marilah kita sambut kehadirannya dengan tangan terbuka dan senyum ceria," Pak Budi mengawali sambutannya. 

***
Pak Budi mengajak Pak Gandhi keliling sekolah dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Ketika memasuki ruang kelas 6 Pak Budi memperkenalkan kepada anak-anak. 

"Anak-anak, mulai hari ini kalian akan diajar oleh Pak Guru baru. Beliau baru saja ditugaskan di sekolah kita. Namanya Pak Gandhi. Akan lebih baik Pak Gandhi memperkenalkan diri pada anak-anak. Untuk itu, saya mohon pamit. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."

Tak lama kemudian, Andi siswa kelas 6 yang ngakunya paling keren di sekolah berpantun.

"Ada Kanguru berjalan melompat
Dari Australia ke Indonesia
Pak Guru jalannya lambat
Apa bisa mengajar kita

Geerrrr.....seluruh kelas sontak ramai. 

Gunung Semeru hampir meletus
Awan panas meluncur landai
Pak Guru kenapa merutus
Karena kita sudah pandai

Yes....yes....kita memang cerdas. Betulkan teman-teman?" 
"Yes....iya, dong." Kompak satu kelas menyahut pertanyaan Andi.

Pak Gandhi dengan tenang memberi salam. Lalu memuji anak-anak yang sangat kreatif dan sangat percaya diri. Pak Gandhi melanjutkan dengan memperkenalkan diri. Namun, belum selesai memperkenalkan diri anak-anak kelas 6 tampak sudah saling lempar kertas sesama temannya. Tak mempedulikan apa yang disampaikan oleh Pak Gandhi. 

Pak Gandhi lalu duduk sebentar dan mengambil kertas dibuat menyerupai bola. Kemudian berdiri di depan kelas dan memegangnya dengan jari jempol dan telunjuk. Sambil memandang mata anak-anak dengan tenang. Setelah beberapa saat mata anak-anak satu kelas tertuju pada bola dari kertas yang ada di tangan Pak Gandhi. 

"Anak-anak di bola kertas ini telah tertulis nama kalian, harapan kalian, kesenangan kalian, dan hal terhebat yang akan terjadi dalam hidup kalian. Kalian tahu, bahwa setiap manusia yang lahir ke dunia ini telah ditulis garis kehidupannya sejak zaman azali. Namun, demikian ada yang bisa berubah jika manusia itu berusaha mencapainya dengan sunguh-sungguh. Oleh karena itu, perhatikanlah bola ini dan tangkap ketika saya lempar. Siapa pun yang menerima, sebutkan nama, lalu ungkapkan harapan, kesenangan, dan hal terhebat yang ingin kalian raih."

"Are you ready?" Pak Gandhi mencoba menyakinkan.

"Ready..." Satu kelas menjawab dengan kompak.  

"Satu...dua...tiga." Pak Gandhi menghitung lalu melempar bola kertas. Pak Gandhi sengaja melempar bola kertasnya yang pertama mendekati Andi. Dan, Andi benar-benar yang menerima bola kertas pertama. Andi lalu dengan percaya diri memperkenalkan diri, mengungkapkan harapan, kesenangan, dan hal terhebat yang ingin diraihnya. 

"Nama saya Andi. Lengkapnya Andi Wicaksono. Saya berharap memiliki guru yang tidak hanya hebat, tapi bisa menjadi sahabat, tidak suka marah-marah, suka merintah. Saya bercita-cita menjadi hakim karena saya ingin memberi keadilan pada sesama manusia."

Satu kelas memberikan tepuk tangan. Dan, Andi pun mengembalikan bola kepada Pak Gandhi. Pak Gandhi lalu menunjukkan kedua jempolnya kepada Andi sambil berkata, "Yes! Kamu pasti bisa meraihnya, Andi." Selanjutnya Pak Gandhi melempar hingga satu kelas menerima dan mengungkapkan harapannya. 

Sebelum menutup pelajaran pada hari pertama, Pak Gandhi menyampaikan kepada anak-anak agar besoknya membawa sebutir telur ayam dari rumah. Kemudian menutup pelajaran dengan salam.

***
Setelah anak-anak berdoa, Pak Gandhi memberi salam dan menanyakan kabar anak-anak. Senyumnya yang ramah, membuat anak-anak senang dengan Pak Gandhi guru barunya. Salman, ketua kelas menceritakan sebenarnya tahun pelajaran dulu anak-anak diajar guru yang hebat, namun entah kenapa gurunya mengundurkan diri. Lalu pindah ke kota mencari pekerjaan lain yang lebih mencukupi keluarganya. 

"Baiklah anak-anak," Pak Gandhi memulai membuka pelajaran. Siska memotong pembicaraan, "Maaf, Pak. Kemarin kita disuruh membawa sebutir telur. Semua sudah membawanya, Pak. Untuk apa sih, Pak?"

Pak Gandhi pun tersenyum. "Silakan telurnya dikeluarkan, ya!" Perintah, Pak Gandhi. Siapkan spidol hitamnya. Lalu telurnya kalian beri tanda tangan. Kemudian bergiliran bawa ke sini, akan saya tanda tangani juga."

Setelah semua telur ditanda tangani, Pak Gandhi mengatakan, "Jagalah telur itu, seminggu saja. Di dalam telur itu telah tertulis harapan kalian."

***

Seminggu kemudian, Pak Gandhi menanyakan kabar anak-anak dan telur-telur yang telah tertulis harapan anak-anak. Pak Gandhi, meminta anak-anak menuliskan cerita selama seminggu menjaga telur-telur itu. Setelah selesai, nanti kalian ceritakan di depan kelas secara bergiliran. 

Pak Gandhi mengambil selembar cerita yang ditulis anak-anak. Bismillah, mari baca bismillah bersama-sama. Pak Gandhi minta bantuan Andi untuk membacanya di depan kelas. 

Andi pun mulai bercerita sejak pertama menjaga telur itu, hingga hari-hari berikutnya dengan susah payah menjaganya agar tidak pecah. Suatu ketika, Andi bercerita kalau telurnya hampir dibuat dadar oleh ibunya. Untung saja Andi segera mengetahuinya. Sebelum tidur, ia melihatnya. Bangun tidur pertama kali yang dilihat juga telurnya. Bahkan Andi menceritakan pernah bermimpi sampai menangis telurnya jatuh, sampai terbangun sesenggukan. Untunglah setelah sadar ternyata hanya mimpi. Tanpa sadar saat bercerita matanya berkaca-kaca. 

"Baiklah anak-anakku yang bapak sayangi. Kalian semuanya anak-anak yang hebat. Luar biasa, dari kegiatan menjaga telur ini kalian telah belajar tanggung jawab. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Kelak apa yang kalian cita-citakan akan dapat kalian raih, dengan catatan  kalian bertanggung jawab dengan yang kalian cita-citakan. Kalian harus menjaganya dengan semangat belajar dan belajar tanpa kenal lelah." Pesan Pak Gandhi pada anak-anak kelas 6. 


Akang Azam 09 Mei 2019
Reaksi: