Koes Plus, Nadiem dan Lingkungan Hidup


Semua kekayaan alam yang ada di bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia merupakan sumber daya alam. Manusia sebagai makhluk yang memiliki akal dan kebijaksanaan seharusnya dalam memanfaatkan sumber daya alam diikuti oleh pemeliharaan dan pelestarian karena sebanyak apapun sumber daya alam itu tetaplah ada batasannya.

Sumber daya alam di bumi ini sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Namun ketika manusia serakah, maka semua yang ada di bumi ini tidak akan pernah cukup untuknya. Pernyataan ini sesuai dengan perkataan seorang tokoh dari Pakistan Muhamamad Ali Jinnah, bahwa bumi ini sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia, tetapi tidak pernah cukup untuk memuaskan keserakahan seorang anak Adam saja.

Sejarah peradaban manusia menunjukkan betapa kerakusan dan keserakahan manusia selalu menjadi pemicu utama kemorosotan keindahan dan kelestarian dunia. Misalnya yang terjadi pada bangsa Sumeria yang menghuni dan mendiami wilayah Mesopotamia pada sekitar tahun 4500 SM sampai dengan 3000 SM. Awalnya daerah ini adalah daerah yang subur dan hijau serta dijuluki palungan peradaban. Hanya karena ulah, keserakahan, dan kerakusan manusia, cerita tentang kesuburan, ketenteraman, dan kedamaian ini cepat menghilang. Kini mereka hanya bisa mengenang masa kejayaan serta cerita tentang surga yang menghilang.       

Indonesia karena keindahan, kesuburan, dan kekayaan sumber daya alamnya dijuluki surga dunia. Gambaran seperti ini dieskpresikan oleh musisi legendaris Koes Plus dalam single Kolam Susu yang dirilis tahun 1973. Dalam penggalan lirik lagunya yang metafora ini, Yok Koeswoyo sang penulis lagu menyatakan Indonesia sebagai tanah surga. Berikut penggalannya, “Orang bilang tanah kita tanah surga, Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.” Meskipun terkesan metafora, tidak terbantahkan bahwa Indonesia adalah negara yang subur, indah, dan kaya akan sumber daya alam.

Berbeda dengan Koes Plus yang menggambarkan Indonesia secara metamora.  Seorang Dosen Program Studi Teknik Lingkungan UII, Annisa Nur Lathifah, S.Si., M.Biotech., M.Agr., Ph.D., menyatakan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara Mega Biodiversity yang dikaruniai dengan keanekaragaman hayati. Indonesia mempunyai 47 jenis ekosistem. Indonesia memiliki 17 persen spesises flora fauna dari seluruh dunia. Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki lebih dari 10 persen jasad renik dari seluruh dunia, serta 940 jenis tanaman obat tradisional. Indonesia sangatlah kaya akan ekosistem, seperti ekosistem hutan hujan tropis yang sebagian besar terletak di Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Hutan hujan tropis juga sebagai tempat berlindung flora dan fauna yang beraneka ragam.

Manfaat dari biodiversitas diantaranya sebagai sumber pangan yang terdiri dari 4000 jenis tanaman dan hewan yang dijadikan makanan, obat, dan produk lain yaitu 250 buah. Tempat berlangsungnya proses ekologis antar makhluk hidup, seperti pembentukan tanah, siklus gizi, pemurnian air. Selain itu, ekosistem juga dijadikan sebagai tempat rekreasi yang digunakan dengan berbagai aktivitas seperti mendaki, memancing, dan berkemah.

Secara prinsip, baik Koes Plus maupun Annisa mengungkapkan kekayaan alam Indonesia sangatlah melimpah. Semua yang ada di berbagai belahan dunia seakan ada di Indonesia dengan jumlah yang melimpah.

Saat ini, kondisi hutan-hutan di Indonesia mengalami penurunan yang tajam. Hal ini dikarenakan tingginya deforestasi hutan Indonesia yang mengakibatkan hutan konservasi rusak, hutan gundul, bencana alam banjir dan longsor mengancam kehidupan manusia.

Tentu, kita tidak menginginkan sejarah kelam bangsa Sumeria terjadi di Indonesia.  Hanya karena ulah, keserakahan, dan kerakusan manusia, cerita tentang kesuburan, ketenteraman, dan kedamaian di Indonesia menghilang. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah termasuk dunia pendidikan.  

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, mengatakan pendidikan lingkungan hidup yang mengedepankan konsep berkelanjutan penting untuk transformasi sistem pendidikan. Sebab, dampak perubahan iklim sudah terlihat dan dirasakan. (Tempo, 17 November 2021).

Sistem pendidikan di Indonesia menurut Nadiem belum berhasil membangun kesadaran guru dan orang tua bahwa pendidikan lingkungan hidup adalah cara menyelamatkan generasi penerus. Dunia pendidikan dan masyarakat hendaknya bergandeng tangan menghasilkan langkah-langkah spesifik berkaitan dengan isu lingkungan. Oleh karena itu, evaluasi kurikulum menjadi sebuah keniscayaan.

Kurikulum hendaknya mengakomodasi pendidikan lingkungan hidup sebagai muatan kurikulum nasional. Hal ini bertujuan untuk memelihara dan melestarikan sumber daya alam dan keberlangsungan hidup manusia. Dengan demikian kita akan tetap dapat menikmati cerita Indonesia seperti syair lagu Koes Plus, Tanah kita tanah surga, tongkat dan kayu jadi tanaman.

Sudah diterbitkan di Radar Bojonegoro

Reaksi:

Post a Comment

0 Comments