Kopi Standar si Mbok

Foto Ilustrasi Alapakguru
"Merdeka... Merdeka... Merdeka..."

Mbah guru wajahnya sudah bercahaya lagi. Sesekali kedua bibirnya tampak tersenyum. Giginya yang putih kecoklatan terlihat beberapa kali dari persembunyiannya. Wajah seperti ini sudah beberapa lusa menghilang dari wajah asli Mbah guru. Bahkan bebarapa kali suka ngomel  sendiri. Wajahnya pucat, rambutnya kuyu berantakan tak karuan. Untunglah, sekarang semua telah kembali dan lebih ceria dari biasanya. 

"Iya mbah merdeka." Sahut Kang Maman. "Kita ngobrol sambil ngopi mbah, biar tambah gayeng. Bagaimana mbah perasaannya, sudah lega sekarang?" 

Mbah guru tak berkata apa-apa. Senyum...senyum sendiri sepertinya mau mengutarakan sesuatu tetapi sulit mencari kata-kata yang pas. 

"Lega sekarang. Lega banget. Plong!" Gumam Mbah Guru tiba-tiba.

Kang maman bibirnya terbuka lebar melihat karibnya bahagia. Beberapa lusa Kang Maman juga diriwuki Mbah Guru untuk membantu membuat kelengkapan akreditasi. 

"Mbah sekarang sudah tahu. Bagaimana mengelola sekolah sesuai standar pemerintah."

"Maksudnya, mbah?" Tanya Kang Maman.

"Setelah beberapa waktu lalu, Mbah Guru bersama guru dan semua tenaga pendidik di sekolah berjuang seperti tak kenal lelah. Semua Mbah Guru upayakan untuk melengkapi administrasi yang ditentukan. Mbah merasa administrasi adalah satu-satunya yang menjadi tumpuan kegiatan akreditasi. Ternyata tidak."

"Tidak, bagaimana mbah?" Kang Maman terperanjat dan tak sabar dengan menyela pertanyaan.

"Untuk menjalankan kegiatan di sekolah semua harus direncanakan dengan baik, terbuka, dan melibatkankan banyak pihak yang berkepentingan. Setelah itu dilaksanakan sesuai dengan yang diprogramkan. Hasilnya tercatat, harus teradmininstrasi dengan tertib. Kemudian dievaluasi untuk memperoleh umpan balik berupa tindak lanjut."

"Terus, mbah? Kang Maman pun seperti ingin cepat-cepat mendengarkan semuanya. 
"Bukankah semua hanya menuntut administrasi saja, mbah?" Tanya Kang Maman.

"Semua memang harus teradministrasi dengan tertib. Tapi itu belum cukup. Semua proses harus dilewati sesuai dengan tahapannya." 

"Contoh konkretnya seperti apa, mbah?" Kang Maman penasaran. 

"Ibarat orang minum kopi. Belum cukup dengan menyeduh air panas, menambah kopi, dan gula. Tapi perlu melewati dulu menanam kopi, memanen, mengeringkan, menggoreng, menggiling, menyeduh kopi hingga tahu bagaimana sedapnya kopinya. Seperti kopi Kang Maman ini. Sedap banget."

"Sedapnya kopi ini karena sesuai dengan standar, mbah." Kang Maman pun menimpali. 

"Gaya kamu. Jangan sok sokan kopi saja pakai standar." Celetuk Mbah Guru. 

"Meski sama-sama kopi dan gulanya. Kalau salah aduk. Rasanya ketahuan juga, mbah." Kang Maman menambahi dengan mimik serius. 

"Kang Maman ada benarnya. Bahkan benar banget. Aku ini pernah membuat kopi sendiri. Rasanya juga beda dengan kopi yang dibuatkan si Mbok. Apa tidak mengikuti standar si Mbok ya?"

Haa...haa.....ha.... Kang Maman dan Mbah Guru tertawa bersama. 

"Akreditasi ini menyadarkan aku untuk kedepannya. Semua harus direncanakan dengan baik. Harus melibatkan dewan guru, komite, dan masyarakat. Meski aku punya guru yang handal. Bisa membuatkan semua administrasiku sesuai dengan kebutuhan. Tetap saja itu belum cukup. Ibarat kereta api bisa berjalan dengan baik jika kedua relnya utuh. Jadi admininistrasi dan praktik semuanya harus berjalan dengan baik. Praktik saja tanpa administrasi seperti kehilangan jejak. Administrasi saja tanpa praktik seperti omong kosong." 

Jari jempol dan telunjuk Kang Maman memegangi kedua pipinya dengan menggoyang-goyangkan kepala ke bawah. Kedua kaki Kang Maman dilipat saling bertindihan. 

Pemerintah memang sudah merancang dengan baik melalui instrumen Sispena agar sekolah-sekolah mematuhinya untuk memenuhi delapan standar yang ditetapkan. Bukan untuk keperluan akreditasi semata. Tetapi untuk ditindaklanjuti dan dikembangkan sebaik-baiknya.

Sebagai kontrol dan evaluasi diri sudah seharusnya semua sekolah dan lembaga pendidikan menggunakan instrumen akreditasi untuk menjaga dan meningkatkan mutu sekolah. 

Sekarang mari merdekakan hati dan pikiran untuk tidak berpikir alakadarnya. Sehingga tidak hanya ribut mati-matian saat akan diakreditasi saja. He..he..

(Alapakguru)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...