Main Bola Sedramatis Lingmas dan Timnas

Foto dari Twiiter @PSSI
Sepak bola itu permainan rakyat.  Sebab hampir seluruh lapisan masyarakat dapat dipastikan gemar bermain sepak bola. Tidak pandang umur, baik yang tua, yang muda dipastikan menyukainya. 

Kegemaran bermain bola sejak kecil tidak selalu relate dengan gemar menonton bola saat dewasa. Mungkin lho, sebab yang tidak suka bermain bola ada juga yang suka menonton bola. Mungkin juga karena keseruannya. Bisa deg-deg plas itu seru. Nontonnya juga biasanya rame-rame di rumah, di warung kopi, di tempat-tempat kumpul bersama masyarakat. Nontonnya bisa sambil teriak-teriak dan melompat lompat bahkan kadang-kadang kaki tiba-tiba bergerak menendang-nendang sendiri. Pokoknya nonton bola pasti seruuu.


Aku masih teringat betul saat bermain bola pada masa kecil. Meskipun bukan tergolong jago main bola. Aku sering bermain bola dengan teman-teman yang usianya di atasku. Entah karena memang aku bisa bermain bola atau karena benar-benar dibutuhkan dalam tim itu. Tapi menurutku bisalah menggiring bola saat itu. 


Nama timku waktu itu Lingmas, untuk menyebut tim lingkungan masjid. Tim temanku namanya Lingtu, untuk menyebut lingkungan tugu. Ada juga yang agak bergaya namanya Skipas, untuk menyebut sekitar pasar. Nama-nama tim sepakbola waktu itu lucu, sederhana, dan agak aneh. Anehnya karena tidak ada satu pun tim yang secara langsung menyebutkan persatuan sepak bola. Justru menyebut lingkungan sekitar sebagai penanda tempat tinggal. 


Keseruan bermain bola yang tidak bisa terhapus dari ingatanku adalah bermain bola setelah acara Iduladha. Awalnya menggembirakan, seru-seruan, tapi berakhir menegangkan dan membuatku kebingungan. 


Sebelum bermain bola, aku dan teman-teman sengaja berkumpul di masjid menunggu acara syukuran bersama. Saat itu, daging kurban tidak semuanya dibagikan masyarakat dalam kondisi mentah. Masih ada sebagian daging kurban yang dimasak di rumah Ibu Nyai dan dimakan bersama di masjid. Nasi dan semur daging itu disajikan dengan mangkuk takir yang terbuat dari daun pisang. Aromanya semakin sedap dan khas. Makannya ramai-ramai rasanya semakin nikmat dan sangat gembira.


Perasaan gembira dan perut kenyang membuat energiku dan teman-teman makin bertambah. Mulailah aku dan teman-teman membicarakan pertandingan sepak bola. Tim Lingmas dan Lingtu waktu itu sepakat melakukan pertandingan. Lapangan yang dipilih lapangan belakang balai desa. Alasannya tanahnya datar, berumput, tidak terlalu luas, dan cukup untuk bermain bola anak-anak seusiaku. 


Tidak menunggu lama, aku bersama Tim Lingmas dan Tim Lingtu sudah sampai di lapangan belakang balai desa. Bola sudah siap. Pertandingan segera dimulai. 


Babak pertama segera sudah dimulai. Bola mulai digiring Udin, Gunawan, Ari, menggelinding bergantian arah. Umpan-umpan pendek dari kedua tim menambah keseruan permainan. Tidak terlalu lama gol pertama oleh Khamim dari Tim Lingmas sudah bersarang di Tim Lingtu. Bagaimanapun Tim Lingtu posturnya tinggi-tinggi dan ngotot tidak mau kalah. Umpan-umpan balasan saling serang terjadi. Gol balasan dari Tim Lingtu pun tak mau ketinggalan. Kedudukan menjadi berimbang jadi 1:1. 


Pertandingan semakin panas dan menegangkan. Entah karena efek makan daging yang setahun sekali atau karena permainan yang berimbang. Zaman itu memang anak-anak di kampungku jarang makan daging. Aku dan teman-teman makan daging kambing dan sapi biasanya ya pas Iduladha. Sementara itu, posisi gol masih berimbang 1:1 hingga babak pertama selesai. 


Setelah pertukaran tempat pada babak kedua. Posisi Tim Lingmas berada di utara dan Tim Lingtu di sebelah selatan. Permainan semakin seru dan menegangkan. Umpan-umpan jauh mulai dilakukan oleh Tim Lingmas hingga ada satu kesempatan menendang bola dari jarak yang cukup jauh dari gawang. Agung Sasmito Joko Utomo menendang bola melambung yang cukup jauh hingga mengenai kaca jendela balai desa. Kaca jendela pecah dan bolanya bersarang di dalam balai desa. 


Setelah melihat kaca jendela menjadi puing-puing, seketika semua Tim Lingmas dan Lingtu berhamburan berlari mencari tempat persembunyian. Aku dan temanku Kusnoto berlari mengendap-endap menyusuri pematang sawah. Bersembunyi dan berlari ke rumah tua. Kami berdua saling bertanya, bagaimana nanti ya? Kalau begini begitu. Apakah orang tua kami akan dihukum kepala desa. Atau kita akan dipenjara. Pertanyaan-pertanyaan aneh saling beradu dari mulut kami berdua.


Sebenarnya kami bukan tipe pengecut. Tapi mental kami masa itu benar-benar sudah lemah. Sebab kepala desaku seorang purnawirawan tentara. Kumisnya tebal, panjang, dan melengkung.  Badannya besar dan tegap. Suaranya meledak-ledak. Kebiasaanya memarahi warga. Apalagi anak-anak seusiaku, takutnya berlipat-lipat. Takut sama kepala desa dan takut pada orang tua. 


Setelah menarik napas panjang, kami pun keluar dari persembunyian rumah tua. Kami berdua memilih pulang ke rumah masing-masing. Ternyata orang tua kami sudah tahu kejadiannya. Orang-orang suruhan kepala desa sudah mendata anak-anak yang ikut bermain bola. Mereka menyampaikan kepada orang tua kami agar mengganti kaca jendela yang pecah. Masing-masing harus membayar enam ratus rupiah. Nominal yang cukup mahal waktu itu. Entahlah kami memang salah. Berani berbuat ya berani bertanggung jawab. Para orang tua kami juga sudah membayarnya. 


Meskipun sudah membayar ganti rugi, anak-anak benar-benar menjadi takut. Nama-nama kami ditulis di papan balai desa. Anak-anak nakal. Bagiku, ini hukuman yang menyebalkan. Bermain bola kok bisa jadi begini amat. Sedramatis ini ya?


Ternyata drama permainan bola itu bermacam-macam. Cerita bermain bola waktu kecil Tim Lingmas, Tim Lingtu, dan Timnas saat ini bisa berbeda. Meskipun begitu cerita Timnas dalam pertandingan semi final sea games juga sangat dramatis. 


Lihat saja dalam unggahan video reels IG @erickthohir saat menyampaikan motivasi kepada para pemain Timnas sebelum permainan, "Jangan lihat hasilnya. Main saja. Hasil apapun hari ini saya terima. Kalau saya datang ke sini menjadi pressure, saya akan pulang. Kenapa bendera kita merah putih? Kenapa hayo. Kalau kita berani tampil pakai merah. Nanti di lapangan kita harus kasih yang terbaik. Tanpa melihat mereka siapa. Kalau mereka main keras, kalian takut?" 


Pemain Timnas serentak menjawab, "Tidak."


Erick Thohir melanjutkan, "Itulah kenapa kita pakai merah. Putih juga ada maknanya. Percayalah kalau kalian main tulus, main pakai hati, diberi kemudahan. "


Pemain Timnas serentak menjawab, "Amiin."


Erick Thohir menegaskan kembali, "Hari ini saya datang tidak mau kasih pressure. Saya datang sebagai keluarga. Kalian main bola waktu kecil kenapa, senang?"


Pemain TImnas serentak menjawab, "Senang."


Erick Thohir menyambung dengan mengatakan, "Karena senang main bola. Karena bukan terpaksa disuruh main bola, kan? Nanti itu di lapangan kalian harus senang. Itu yang membawa aura baru. Itu yang bawa mental. Ya sudah selamat bertanding."


Selain itu, dalam unggahan tersebut Erick Thohir menyematkan tulisan, "Sebelum pertandingan saya sempatkan berbicara dari hati ke hati dengan para pemain. Bermain lepas, jangan terbebani dengan apapun dan fokus menjaga mental selama pertandingan. 


Kemudian permainan pun dimulai. Timnas Indonesia melawan Timnas Vietnam di stadion Olimpic, Phnom Penh, Kamboja. 


Pada babak pertama, Timnas Indonesia mengambil inisiatif menyerang terlebih dahulu dan berhasil unggul berkat sundulan Komang Teguh Trisnanda pada menit ke-9. Gol sundulan ini memanfaatkan umpan lemparan ke dalam Pratama Arhan. Sehingga skor 1:0. 


Tim asuhan Indra Sjafri kembali memberi ancaman melalui tendangan Ramadhan Sananta. Namun dapat diamankan oleh kiper Quan Van Cuan. 


Selanjutnya Timnas Vietnam tak mau ketinggalan. Vietnam mulai menerapkan permainan agresif. Pada menit ke-36 melalui sundulan Nguyen Van Tung yang menerima umpan dari Nguyen Duc Phu berhasil membalas kekalahan. Sehingga terjadi gol dan kedudukan seimbang 1:1. Kedudukan berimbang hingga babak pertama berakhir. 


Pada babak kedua Timnas Indonesia kembali unggul pada menit ke-53 setelah tendangan Marselino Ferdinan dari luar kotak pinalti mengenai kaki Muhammad Ferrari dan masuk ke gawang Vietnam.  Skor berubah menjadi 2:1.


Pada menit ke-60 Timnas Indonesia harus bermain hanya dengan 10 pemain karena Pratama Arhan melakukan pelanggaran keras kepada Nguyen Duc Phu dan mendapatkan kartu kuning kedua. Akibatnya harus dikeluarkan wasit dari lapangan pertandingan. 


Vietnam unggul dari jumlah pemain. Oleh karena itu, Vietnam menggempur habis-habisan Timnas Indonesia dari berbagai lini. Namun, tidak ada satu pun peluang yang dapat dihasilkan.  


Pada menit ke-78 Bagas Kaffa melakukan gol bunuh diri setelah gagal mengantisipasi umpan silang Vietnam dari kotak penalti. Kedudukan menjadi berimbang 2:2.


Timnas Vietnam kembali menggempur Timnas Indonesia melalui tendangan Nguyen Van Truong. Namun bola mendarat tepat di pelukan kiper Timnas Indonesia Ernando Ari Sutaryadi. 


Timnas Vietnam terus berupaya mengambil peluang melalui sundulan Van Tung. Akan tetapi kiper Timnas Indonesia Ernando Ari Sutaryadi berhasil menepis bola dengan baik. 


Pada menit ke-90+6 tendangan jarak jauh Muhammad Taufany Muslihuddin berhasil merobek jala gawang Timnas Vietnam. Sehingga kedudukan berubah menjadi 3:2. Skor tersebut bertahan hingga peluit akhir pertandingan. 


Akhirnya Timnas Indonesia berhak mendapatkan tiket final sepak bola Sea Games 2023. Para pemain Timnas Indonesia saling merayakan kegembiraan dan kemenangan dengan berpelukan. Menangis, tertawa, bersyukur atas kerja keras dan selangkah lagi juara. Suporter pun dan segenap bangsa Indonesia terharu dan bahagia.


Seusai menaklukkan Timnas Vietnam, para pemain Timnas Indonesia melakukan salat magrib berjamaah di Stadion sebelum kembali ke hotel. Kerennnn pemain Timnas Indonesia. 

Reaksi:

Post a Comment

2 Comments

  1. Keren pak Azam, salam literasi dari Magetan

    ReplyDelete
  2. Salam, terima kasih

    ReplyDelete