Mulai Dari Berpikir

Apa kabar guru hebat? Semoga kalian, tanpa kecuali, sehat dan bahagia. Saat ini, saya ingin mengajak teman-teman tamasya dan sedikit berpikir. Mari bersenang -senang dengan tradisi lama yang terbarukan.

Kita mulai dari berpikir yaitu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu.  Menurut Dewey (1859 – 1952) berpikir merupakan aktivitas psikologis ketika terjadi situasi keraguan. Sementara Vygotsky (1896 – 1934) lebih mengaitkan berpikir dengan proses mental. 

Meskipun kedua tokoh tersebut memiliki pandangan yang berbeda, secara umum para tokoh pemikir bersetuju bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang ketika dihadapkan pada situasi atau suatu permasalahan yang harus dipecahkan. Berpikir selalu berkaitan dengan proses menjelajah gagasan, mencoba berbagai kemungkinan atau alternatif - alternatif yang bervariasi, dan dapat menemukan penyelesaikan. 

Secara umum proses berpikir yang diacu dalam dunia pendidikan adalah taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001). Taksonomi Bloom yang direvisi tersebut dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu:

C 1 = mengingat (remembering )

C 2 = memahami (understanding)

C 3 = menerapkan (applying)

C 4 = menganalisis (analyzing)

C 5 = mengevaluasi (evaluating)

C 6 = mengkreasi (creating)

Mengingat (remembering) merupakan level proses berpikir paling rendah. Hal ini karena mengingat hanyalah memanggil kembali kognisi yang sudah ada dalam memori. Memahami (understanding) satu level lebih tinggi dibandingkan dengan mengingat. Seseorang yang memahami sesuatu akan mampu menggunakan ingatannya untuk membuat deskripsi, menjelaskan, atau memberikan contoh terkait sesuatu tersebut. Jika seseorang yang telah memahami sesuatu mampu melakukan kembali hal-hal yang dipahaminya pada situasi yang baru atau situasi yang berbeda, orang tersebut telah mencapai level berpikir aplikasi (applying). 

Orang yang memiliki kemampuan menerapkan belum tentu mampu menyelesaikan masalah (problem solving). Kemampuan menerapkan masih cenderung hanya mengulangi proses yang sudah pernah dilakukan (rutin), sementara permasalahan bisa jadi selalu berbeda dan umumnya tidak dapat diselesaikan dengan cara yang sama (nonrutin). 

Penyelesaian masalah sesungguhnya berkaitan dengan hal-hal yang nonrutin. Untuk maksud itu, penyelesaian masalah memerlukan level berpikir yang lebih tinggi dari mengingat, memahami, dan menerapkan. Level berpikir inilah yang disebut berpikir tingkat tinggi.  

Anderson dan Krathwohl mengategorikan kemampuan proses menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) termasuk berpikir tingkat tinggi. Menganalisis adalah kemampuan menguraikan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga diperoleh makna yang lebih dalam. Menganalisis dalam taksonomi Bloom yang direvisi ini juga termasuk kemampuan mengorganisir dan menghubungkan antarbagian sehingga diperoleh makna yang lebih komprehensif. Apabila kemampuan menganalisis tersebut berujung pada proses berpikir kritis sehingga seseorang mampu mengambil keputusan dengan tepat, orang tersebut telah mencapai level berpikir mengevaluasi. Melalui kegiatan evaluasi, seseorang mampu menemukan kekurangan dan kelebihan. Berdasarkan kekurangan dan kelebihan tersebut akhirnya dihasilkan ide atau gagasan-gagasan baru atau berbeda dari yang sudah ada. Ketika seseorang mampu menghasilkan ide atau gagasan baru atau berbeda itulah level berpikirnya disebut level berpikir mencipta. 

Seseorang yang tajam analisisnya, mampu mengevaluasi dan mengambil keputusan dengan tepat, serta selalu melahirkan ide atau gagasan-gagasan baru. Oleh karena itu, orang tersebut berpeluang besar mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya. 

Berikut anggitan soal yang berorientasi berpikir tingkat tinggi. Tema kegiatanku. Sub tema kegiatan malam hari. Untuk siswa kelas 1 SD.

Bacalah teks berikut ini!

Setiap anak harus mengikuti aturan orang tua. Salah satunya aturannya pada malam hari anak harus di rumah. Aturan di rumah dilakukan untuk kebaikan keluarga. Jika anggota keluarga berlaku tertib, rumah akan terasa nyaman. Rumah adalah tempat tinggal kita. Rumah tempat kita beristirahat.

1. Apa yang terjadi jika ada anggota keluarga tidak menaati aturan di rumah?

2. Apa yang harus dilakukan anak jika ke luar rumah pada malam hari?

3. Tuliskan satu aturan di rumahmu!  

Bagaimana jika anak-anak Indonesia dibiasakan dengan soal-soal yang seperti ini? Tentu teman-teman guru yang harus berpikir berkali lipat untuk membiasakan diri terlebih dahulu. Bolehlah bersenang-senang dengan tradisi lama, tapi tetap terbarukan. 

Reaksi:

Post a Comment

0 Comments