Uni di Lembah Sunyi

Ilustrasi Azam
Pagi-pagi dapat pesan singkat dari teman lama. Mengabarkan pengabdiannya sebagai penjaga masa depan anak-anak.

"Bagaimana kabarnya, pak?"

Maklum saja, Uni adalah teman seangkatan waktu menempuh studi diploma di Kota Malang. Jarang ketemu muka. Paling sesekali kalau nasib mujur dipertemukan pada saat pelatihan.

Baru-baru ini, Uni mendapatkan tugas sebagai Kepala Sekolah. Meski Uni masih sangat muda, Ia sudah menampuk tugas dan tanggung jawab mulia ini.

Uni memang luar biasa. Sejak menempuh studi diploma, Ia termasuk mahasiswa yang punya prestasi menonjol. Bahkan setelah menjadi guru pun Uni berprestasi.

Kali ini, Uni melanjutkan dengan keluh kesahnya sebagai Kepala Sekolah.

"Ternyata menjadi Kepala Sekolah banyak tantangannya."

"Enak menjadi guru, punya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran lengkap, mengajar dengan rajin sudah beres."

Sebagai sahabat, kabar hangat pun aku balas dengan mengabarkan kebaikan. Meski begitu rasa peduliku mengusik rasa ingin tahu. Siapa tahu dengan jawaban Uni, aku dapat memberikan sedikit motivasi.

"Alhamdulillah sehat, bu."

"Bagaimana tantangannya, bu?"

Uni melanjutkan pengalaman pertamanya menjadi Kepala Sekolah.

"Aku ditempatkan di Sekolah Dasar paling jelek, tepatnya di bawah gunung. Apalagi dengan karakter guru yang bermacam-macam. Rasanya aku ingin menangis, meski dalam diam."

Kali ini, giliranku memberi sedikit pencerahan. Meski aku tahu, Uni tentu sudah sangat paham itu.

"Oh, begitu. Uni, kamu ingat Bung Karno, Bung Hatta, Tan Malaka, Pramodya Ananta Toer, meski dibuang, diasingkan, di penjara menghasilkan karya."

"Jalani dengan senang saja, bu."

"Jangan menangis!"

"Aku tak mampu  menenangkanmu."

Wajah Uni pun berseri-seri laksana matahari menyinari embun di pucuk dedaunan.

Akang Azam
Bojonegoro dalam Kamisan

Reaksi:

Post a Comment

0 Comments