Menjadi Warganet Saleh Nun Cerdas (Bagian 2)

Akhir-akhir ini, dunia maya seperti penuh dengan informasi sampah. Dinding FB, WAG hampir tiap saat berisi informasi yang belum tentu kebenarannya. Banyak sekali berita hoax dan propaganda yang viral. 

Ada sebuah ungkapan yang tidak asing di dunia jurnalis adalah, "Bad news is good news."

Berita buruk adalah berita yang bagus. Maksudnya adalah dengan adanya berita buruk membuat lebih banyak orang yang tertarik untuk membaca. Keuntungan bagi pembuat berita dapat meningkatkan rating dan pendapatan. Maka tidak heran jika banyak berita buruk yang tersebar di dunia maya. Selain ada yang gemar memroduksinya, ada pula yang gemar membaginya. Jadi, setali tiga uang. 

Tidak disadari informasi yang bersifat negatif lebih menarik dibandingkan dengan informasi yang bersifat positif. Berita buruk dan hal-hal yang membahayakan justru lebih cepat direspon. Hal ini, karena bagian otak manusia yang merespon negatif lebih sensitif dibandingkan dengan bagian otak yang merespon positif.  Demikian inilah yang disebut dengan bias negatif.

Menurut teori Triune Brain, Paul D McLean seorang pakar neuroscients mengatakan bahwa otak manusia berevolusi melalui tiga fase: fase awal yang disebut juga dengan otak reptil (lizard), fase kedua yaitu otak limbik (perasan dan emosi) dan fase ketiga yaitu neocortex (kecerdasan). Dengan kata lain, manusia memiliki tiga otak, yaitu otak reptil, limbik, dan neocortex.  

Otak reptil manusia akan aktif ketika berbahaya atau terancam. Bekerjanya menyerang atau bertahan. Sangat mirip dengan perilaku binatang. Pada saat otak reptil aktif otak neocortex tidak aktif. Oleh karena itulah, secara insting manusia lebih memperhatikan berita atau kabar buruk. 

Ciri-ciri lain otak reptil adalah: persaingan, a moral, tidak beretika, tak kenal tata krama, mementingkan diri sendiri terutama tubuh (somatic or survival), rakus atau serakah, selfish, tidak perduli dengan lingkungan, tidak mengenal benar salah, teritoriality, tidak mau bertanggung jawab, menyalahkan orang lain.  

Bisa dibayangkan kalau terlalu banyak berita negatif memenuhi dunia maya. Kondisi sosial akan menjadi kacau. Kehidupan sosial jauh dari kata tenteram. Bahkan akhir-akhir ini kehidupan berbangsa terganggu.    

Maka, berhati-hati, cermat, dan tidak grasah-grusuh dalam berinternet itu penting.

Pernahkah menemukan informasi yang membuat salah paham? Konten hasil jiplakan, berita palsu, hoax. Kemudian ikut menelan mentah-mentah konten itu, memercayai, bahkan menerapkannya. Ketika informasi diserap dengan kesalahpamahaman maka yang terjadi  adalah disinformasi. 

Disinformasi memang sengaja dibuat untuk memanipulasi seseorang secara rasional. Akibatnya banyak yang percaya begitu saja. Konten-konten yang salah itu dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahkan bisa menimbulkan fitnah. Bukankan fitnah lebih kejam dari pembunuhan? 

Zaman dahulu, fitnah sebarannya satu kampung. Zaman digital, fitnah bisa keliling dunia. Siapa pun bisa membagi dengan cara sekali klikParahnya, akan menjadi jejak digital. Korbannya sudah lupa dan memaafkan pun jika dicari di google akan ketemu lagi.  

Jika mendapatkan berita tentang aib seseorang, lalu ikut menyebarluaskan, maka akan mendapatkan keburukan juga. Jika beritanya salah jadi fitnah, sedangkan jika berita benar akan menjadi gibah. Serba salah dan tidak ada baiknya.

Selain fitnah dan gibah, berinternet dan bermedsos juga bisa menimbulkan konflik sosial. Adanya informasi yang salah kaprah, jika dijadikan bahan perdebatan bisa jadi konflik sosial. Salah satu contohnya konflik sosial di Ambon. 

Nah, jika pernah mengalami perdebatan di medsos sebaiknya stop karena tiada guna. 

Apabila menemukan berita buruk, tetaplah tenang. Berikan respon dengan kepala dingin dan logika yang bersih. Sehingga tak salah langkah dalam mengambil keputusan berikutnya. 

Jadilah warganet yang saleh nun cerdas. Caranya berikan perhatian pada hal-hal yang bersifat positif. Apresiasilah berita-berita positif agar pikiran ternutrisi dengan seimbang. Jika pun mendapati berita buruk cukuplah berhenti dan tak perlu disebarkan. 

Sumber Bacaan:

Nur Hakim, Irfan.2018. Akhlak Nge-Medsos: Panduan Menjadi Netijen Shaleh. Tangerang Selatan: Yayasan Islam Cinta Indonesia

https://sbm.binus.ac.id/2017/02/01/mau-pilih-mana-perilaku-otak-reptil-atau-neocortex-part-3/


Reaksi: