Mbah Guru Galau

Foto Ilustrasi Hartono, S.Pd.
Suatu hari saat menghadiri undangan hajatan bertemu sahabat karib. Maklum saja lama tak pernah bertemu, ia lantas memeluk dan menepuk-nepuk pundakku. Seperti layaknya sahabat yang telah lama pergi jauh. 

Karena usianya lebih tua dariku, aku memanggilnya dengan sebutan Mbah Guru. Selain lebih tua, panggilan ini sebagai rasa hormatku pada profesinya. Tak lama kemudian, ia menceritakan panjang lebar tentang pengalamannya menjadi kepala sekolah. Suka duka menjadi kepala sekolah ia ceritakan semua. Istilah jawanya tanpa tedeng aling-aling.


"Lebih banyak dukanya daripada sukanya, mas," ia mulai bercerita. Aku pun berseloroh memotong ceritanya, "jangan-jangan sampeyan hanya menakut-nakuti saya agar tidak mau menjadi kepala sekolah." 

"Kalau boleh saya memilih jadi guru saja, mas," ia melanjutkan ceritanya. "Kok bisa sih, mbah?, tanyaku. "Jadi kepala sekolah itu kalau rapat isinya dimarah-marahi terus," ia menjelaskan singkat. "Belum lagi tagihan laporan selesai, sudah datang lagi tagihan baru."  "Mbah, masa iya tho dimarah-marahin? Bukankah jadi pendidik itu harusnya santun dan beretika?" tanyaku setengah tak percaya.

"Orang seperti saya ini sudah tak bisa IT. Mau belajar laptop mata juga sudah tidak seperti dulu lagi," ia melanjutkan ceritanya. Aku mencoba menghibur dengan gurauan, "Kalau uang masih jelas tho?" Dengan terkekeh ia membalas, "Kalau itu tidak pernah tidak jelas."

Kemudian ia menceritakan lagi kondisi sekolahnya. Ia bingung guru-gurunya tidak memiliki semangat kerja, kurang inisiatif, tidak memiliki prioritas kerja yang jelas, suka protes, suka mengeluh, suka menunda pekerjaan, sulit diajak melakukan perubahan, malas, berpikiran negatif, tidak bisa bekerja mandiri, selalu bergantung pada atasan, sering melakukan kesalahan yang sama dan berulang-ulang.

"Duh gusti. Banyak sekali masalah yang sampeyan hadapi. Sabar mbah! Harus ikhlas. Harus cerdas." Itu semua resiko jadi pemimpin, mbah. Atasan suka marah-marah itu mungkin ada masalah. Kalau tidak urusan pribadi ya mungkin dari atasannya lagi dimarahi juga. Sambil terkekeh, ia tertawa. 

"Kalau kondisi sekolah sampeyan tadi itu merupakan sebab akibat." Aku belum selesai berbicara, ia memotong dengan pertanyaan, "Sebab akibat bagaimana maksudnya?" Freddy Liong seorang pelatih dan konsultan kepemimpinan menyatakan bahwa dampak kempimpinan yang tidak efektif adalah anak buah yang tidak produktif. 

"Maksudmu kepemimpinanku selama ini tidak efektif begitu?, tanyanya. "Bisa saja dibilang begitu kalau melihat ciri-cirinya seperti yang sampeyan sampaikan tadi," jawabku dengan nada merendah. 

"Sampeyan ndak marah tho?" tanyakku mencoba mencairkan suasana.  "Ya ndak lah, kalau saya marah berarti sama dengan atasanku tadi," sambil terkekeh. "Ya sudah kalau begitu, lain waktu kita sambung lagi sambil ngopi atau ngeteh. 

"Monggo pamit tamune wis sepi," sambil clinguan mencari tuan rumah. (alapakguru)
Reaksi:

Post a Comment

4 Comments

  1. Hehehe ... Asyiiiik juga pak Zam cerpen nya. Q membacanya sambil tersenyum dan ngelus dodo, instropeksi diri. Apa saya dalam bekerja juga seperti anak buah si mbah guru itu. Salam buat guru @Hartono. Semangat mbah yg kiat niat i IBADAH Insya Allah Barokah.

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah semua harus dimulai dengan niat ibadah, implemantasi dari ibadah itu melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin

    ReplyDelete
  3. Saatnya berbenah bersama-sama.

    ReplyDelete