Dari Guru Biasa Menjadi Kepala Sekolah Luar Biasa

Siapa sangka guru yang biasa-biasa saja kemudian menjadi kepala sekolah. Siapa sangka pula guru yang rajin dan memiliki keunggulan tidak mau jadi kepala sekolah. Bisa jadi kepala sekolah adalah panggilan jiwa. Bisa jadi pula kepala sekolah adalah sebuah keterpaksaan.
Banyak ditemui beberapa kepala sekolah yang awalnya tidak berminat menjadi kepala sekolah karena “dipaksa” atau “terpaksa” ia menjadi kepala sekolah. Tidak peduli kemampuan awalnya saat menjadi guru. Meskipun demikian rekam jejak saat menjadi guru tidak menjadi begitu penting, ketika tidak diiringi dengan tindakan nyata saat menjadi kepala sekolah. Bisa jadi pula saat menjadi guru biasa-biasa saja, setelah menjadi kepala sekolah memiliki banyak keberhasilan-keberhasilan di sekolahnya. Luar biasa bukan?
Penting untuk dipersiapkan bagi calon-calon kepala sekolah agar kelak dapat memperolah keberhasilan dalam memimpin sekolahnya. Bagi yang sudah menjadi kepala sekolah bisa jadi bahan referensi sejauh mana telah mengimplemantasikannya.
Berikut ini tindakan yang dapat mempengaruhi keberhasilan kepala sekolah dalam mempimpin sekolahnya, antara lain:
1.      Datang di sekolah sebelum peserta didik atau guru datang.
Cara efektif untuk mengajak guru datang lebih pagi adalah dengan membiasakan datang lebih awal. Secara tidak langsung yang dilakukan kepala sekolah bisa jadi tindakan preventif bagi guru-guru yang sering datang terlambat. Dengan kebiasaan kepala sekolah yang seperti itu akan dapat memperbaiki kedatangan guru-guru untuk mengikuti tindakan kepala sekolah.
2.      Peduli terhadap kebersihan sekolah.
Untuk membiasakan lingkungan sekolah yang bersih dibutuhkan kerjasama seluruh penghuni sekolah. Untuk menumbuhkan kesadaran kebersihan dimulai dari kepala sekolah yang peduli kebersihan. Meskipun ada petugas kebersihan, tindakan kecil yang nyata kepala sekolah mau memungut sampah akan mempengaruhi guru dan peserta didik ikut aktif membiasakan lingkungan bersih.
3.      Aktif berkeliling dari kelas ke kelas untuk memastikan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik.
Kegiatan keliling kelas mungkin sudah terlupakan bagi sebagian dari kepala sekolah karena mungkin merasa kurang enak terhadap guru. Asal dikomunikasikan dengan baik, tidak menjadi persoalan. Seorang kepala sekolah yang berkeliling kelas dapat memastikan pembelajaran berjalan dengan baik. Jika ada kelas yang kosong kepala sekolah dapat mengisi dengan materi pelajaran atau pembiasaan yang bernilai karakter.
4.      Komunikatif dengan guru, orang tua murid, dan peserta didik.
Membuka komunikasi yang baik dengan guru, orang tua, dan peserta didik menjadi penting untuk menyampaikan program-program kepala sekolah. Selain itu dengan tindakan terbiasa berkomunikasi dengan guru, orang tua, bahkan peserta didik akan mendapatkan umpan balik bagi kepala sekolah sendiri.
Keempat tindakan nyata tersebut merupakan kunci pertama dan utama, untuk menjadi kepala sekolah yang sesuai dengan slogan yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara, Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Dengan demikian menjadi kepala sekolah yang berkarakter dan unggul bukan tidak disangka lagi. Semua bisa untuk menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
Berkaitan dengan keempat hal tersebut kepemimpinan menurut Seters dan Filed (1990) dapat dilihat dari tiga persepektif yang dapat mempengaruhi keberhasilan kepemimpinannya, yaitu perspektif kepribadian, situasional, dan proses kelompok.
1.      Perspektif kepribadian
Perspektif kepribadian berasumsi bahwa keberhasilan kelompok untuk mencapai tujuannya bergantung pada sifat bawaan pemimpinnya.  Dalam perspektif ini ada sebuah anggapan bahwa good leaders ware born, not made. Perspektif ini terbagi menjadi dua yaitu the great person theory dan trait theory. The great person theory berasumsi bahwa untuk menjadi pemimpin yang berhasil seseorang harus  mencontoh kepribadian dan perilaku pemimpin yang hebat. Sedangkan trait theory berusaha untuk mencari kakateristik dan sifat bawaan yang membedakan pemimpin yang bagus dengan orang-orang awam.
2.      Perpekstif situasional
Menurut perspektif situasional semua orang mampu menjadi pemimpin asal mau mempelajari kelompok atau organisasinya asal mau mempelajari atau organisasinya serta mengembangkan perilaku yang sesuai dengan kelompok (Hogg, 2005).
3.      Perspektif proses kelompok
Pada perspektif ini mengangggap bahwa di samping kepribadian pemimpin dan situasi kelompok, maka proses dalam kelompok juga mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan. Terdapat tiga faktor yang diperhitungkan dalam perpektif ini, yaitu hubungan antara pemimpin dan kelompok, apakah pemimpin merupakan prototif kelompok, kepemimpinan transformative vs transaksional.
Berdasarkan ketiga perseptif di atas seorang kepala sekolah dapat mengembangkan kepemimpiannya dengan keempat tindakan yang nyata, dari hal-hal kecil, mulai dari diri sendiri serta berkelanjutan.

Pustaka:
Sriwilujeng, Diah (2017) Panduan Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter. Jakarta:Esensi

Http://sumberilmupsikologi.blogspot.co.id/2015/10/kepemimpinan.html
Reaksi:

Post a Comment

0 Comments